Rabu, 07 Maret 2012

Cerpen Keluarga - Jari + Luka = Segitiga Bermuda

LUKA + LUKA = SEGITIGA BERMUDA
Cerpen Risa

Hari dimana semuanya tampak merah, bukan berarti planet mars bertengger di atap rumah, namun peristiwa berdarah, yang membuat mata ku memerah karena menahan tangis. pukul 4 pagi pintu kamarku digedor di ikuti suara lirih memanggil,
"risa tolong mama".

Respon kontak batin merangsang seluruh kesadaran dalam tubuh ku. kedua mata  membelalak diikuti gerak tubuh yang langsung sigap beranjak dari tempat tidur. Pintu di buka, dan nampak pemandangan memilukan, jari telunjuk itu telah di penuhi darah, lantai pun telah dipenuhi darah. yang keluar dari mulut ku hanya "ma" sambil menggenggam tangannya dan membersihkannya dengan baju yang ku kenakan. lalu teriakkannya menghentikan tindakanku  sebagai  tanda sayang yang "bodoh" itu.
"jangan pakek baju,, cari lap, atau jarit".

lalu, aku bagaikan seseorang yang dihipnotis romi rafael, membabi buta mencari secarik kain, namun tak jua di temukan, aku pun sudah kehabisan akal, lalu mata ini mencari sebuah kantong belanjaan kemarin sore, dan tangan ini pun merogoh sampai kedalam kantong. Ahaa… apa yang di inginkan pun telah di capai,,aku bergegas meremas kain kecil itu,, dan menempelkannya dengan segera pada jari tangan mama yang telah di lengkapi luka menganga.
aku: "ma,mano jarinyo"
mama: nah sstt (sambil meringis dan menyebut-nyebut ALLAH)

akupun dengan  kening yang dikerut kan agar keliatan "sok khawatir" (padahal emang khwatir setengah mati), segera menempelkan kain itu, seketika darah pun merubah warna kain putih itu menjadi merah, lalu mama bertanya
mama:"kain apo itu sa?"
aku: (pura-pura tidak mendengar dan untuk kesekian kalinya mencoba menambah kerutan di dahi)
mama: "SA?"
aku: (seolah-olah emang baru sadar n baru di kasih tepuk tangan dari romi Rafael dan penonton dirumah dan distudio), "apo ma?"
mama :"kain apo itu?"
aku: "yo kain lah, apo lagi"
mama: "iyo, kain apo?, jingok?"
aku: (mendekap erat kain itu di dada) "jangan".
mama: (memicingkan mata) "jingok"
aku:( membentangkan kain itu di hadapannya dengan dua tangan) "nah"
mama: "risa!!! itu tu celano dalem siapo?"
aku: "punyo aku ma, masih baru tenang be, nah masih be merk jingoklah"
mama: "oi risa,, risa.... cari kain yang laen"
aku: " dak apo2 ma, pakek lah ini, aku masih punyo duo lagi"
mama: (istigfar) ......cari yg lain"

suara azan pun melompat dari pengeras suara di masjid kampung kami ke telinga2 pendengar setianya saat ini, tapi aku baru saja jadi pendengar setianya, karena dulu suara itu selalu lolos dari telinga ku. Aku pun mencari- cari kemana kain berada,,,tak jua aku berjumpa..

Lalu sesekali aku melihatnya dari balik tirai, sedang bersungut-sungut mengutuk kelalainnya menarik kompor gas yang sudah tidak terpakai lagi itu, dengan tergesa2, lalu besi tua yang menyeruak itu, merobek jari tangannya sampai terbelah dua.. lalu dia melihat tindakan ku dan berkata “ sudah, sholatlah dulu sano”

Aku pun nyengir-nyengir kuda bergegas menuju kamar mandi dan mengambil air wudhu,, setelah air wudhu tuntas di ambil, ku buka pintu kamar mandi, dan terlihat seorang laki2 masih memakai peci dan sarung cap gajah duduk,, duduk bersebelahan dengan mama dan menyeka darah dan luka itu dengan betadin dan perban,, hei dia adalah papa.. pemandangan yang romantis, lebih romantis dari pada jack  dengan rose  berpelukan sambil membentangkan tangan di anjungan kapal titanic, lebih indah dari pada lukisan monalisa yang tanpa alis mata, dan lebih menakjubkan dari pada sulap david covervil yang menghilangkan patung liberty.

Hei kalian ,, bertahanlah dengan posisi seperti itu di hadapanku,, aku suka suasana seperti ini. Lalu kemaha takjubanku tadi di buyarkan oleh suara cempreng seorang gadis yang belum genap 16 tahun bernama nidia

Dia: “yuk, ngapoi kau?”
Aku: “ idak ngapo2, nak sholat b. oi dek tangan mama luko keno besi kompor yang lamo”
Dia: “mano mamanyo?”(tampang tegang)
Aku: “tu” (sambil nunjuk ke mantan bujang gadis Palembang 1945)
Dia :””oooo”

Lalu mata gadis kecil itu  melihat segumpal kain penuh darah, di sudut ruangan,,, dia melihat lekat-lekat kearah kain itu,,lalu
“yuk,, siapo yang makek ini”

Lalu aku bergesa2 ke kamar dan mengenakan mukenah,, tanpa basa-basi lagi, langsung menghadap kiblat dan membaca niat,,,,

Aku baru tahu dari teriakannya di tengah sholatku,, ternyata benda segitiga itu adalah miliknya… aku salah ambil (he he he)

Dalam hati aku berkata, biarlah nanti aku ganti,, dengan yang baru. Yang penting sayap malaikat kami yang terluka itu segera sembuh.

Subuh yang mencekam telah terlewati, namun hati masih dilingkupi ketakutan tingkat mahasiswa galau, diatas sajadah aku berusaha fokus,, hanya melihat gambar ka’bah.. inilah isi hatiku

Oh tuhan,,, jari itu, adalah jari yang selalu membantai paha kami
Sampai memerah biru, ketika seruan azan subuh memanggil,
diikuti sebuah perintah yang menuntaskan istirahat kami saat itu.
Agar segera menghadapMu

Tuhan..
Jari itu pun ikut bergerilya dalam setiap adonan makanan untuk kami..
Jari itu pun ikut membelai lembut kening kami…
Jari itu pun ikut merangkul kami….
Jari itu,
Betapa beraninya logam berat berkarat yang nista itu menggoreskan luka ..

Bukan hanya di jarinya…
Tapi di sekucur tubuh kami,, tubuh yang juga mengalir darahnya
Kembalikan lagi waktu pada saat 2 jam yang lalu
Atau bahkan sedetik sebelum semuanya terjadi
Maka aku akan berlari dengan kecepatan cahaya, 1 detik = 300 000 km
Mencegah semua itu terjadi
Dan merangkulnya dari belakang, merangkulnya dengan erat
Dan menggantikan 1 jari itu, dengan sepuluh jari tanganku ku

Tuhan..
Mungkin jari itu akan engkau takdirkan ikut menyentuh ka’bah
karena jari itu adalah jari telunjuk, yang menunjuk setiap tanda baca di Al-Quran
diikuti suara jernih yang mengalun indah
maka ku mohon sembuhkanlah

Tuhan
Mungkin jari itu akan engkau takdirkan ikut melempar batu batu kecil ke tiga tiang (jumrah)
Karena jari itu selalu menunjukkan kami jalan yang benar
Maka ku mohon sembuhkanlah…
Sembuhkan lah jarinya dengan segera….
Love mama (kak’ijal, risa, seli, dia)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar